Rabu, 29 Februari 2012

Kisah Dibalik Merapi

Diposting oleh fenty indrastuti di 06.20 0 komentar
Bencana letusan merapi tanggal 10 november 2010 diYogyakarta kemarin memang masih menyisakan banyak cerita. Saya beruntung krn meskipun tinggal dikota ini tetapi saya tidak menjadi korban ganasnya bencana merapi tersebut. Merapi memang sudah sering bergejolak dan memakan banyak korban. Tapi ironisnya kenapa tempat ini justru menjadi daerah yang layak dihuni warga.
Pada malam berdarah itu saya turut menjadi saksi bagaimana dahsyatnya merapi beraksi menyemburkan awan panasnya yang membuat setiap orang kalang kabut mencari perlindungan.

2010 dan kini sudah 2012, kisah itu pasti masih belum luntur dari ingatan warga jogja. Meskipun dua tahun telah berlalu, ingatan masa lampau itu pasti masih utuh tersimpan disetiap memory mereka. Karena bencana ini tak hanya merenggut tawa, harta, bahkan nyawa.


Seluruh tanah tampak ditutupi oleh abu vulkanik dari merapi. Bahkan pohon2 tak kuat lagi menopang massa dari abu tersebut. Keadaan ini terjadi tidak hanya dikawasan merapi tetapi diseluruh kota jogja dan bahkan diwilayah sekitar jogja.



Lahan yang dulunya dipenuhi rumah warga dan sawah yang terbentang luas kini berubah menjadi tanah dengan timbunan pasir. Seolah sulit untuk menemukan lagi kehidupan disini.



Kalaupun masih ada, bangunan yang dulunya berdiri tegak kini tinggal tersisa puing2.


Banyak mata tertuju pada peristiwa itu, banyak orang ingin berpartisapasi membantu para korban. Saya cukup beruntung, karena mendapat kesempatan utk mengabdikan diri membantu korban merapi. Hampir kurang lebih 2bulan saya KKN (Kuliah Kerja Nyata) di dusun Glagaharjo Cangkringan. Dusun yang menjadi salah satu dari sekian banyak tempat pengungsian. Saya pun sadar betul, keberadaan saya disini tidak akan mungkin bisa membantu mengembalikan apapun yg telah hilang, tp setidaknya saya disini bisa menjadi tempat mereka untuk berkeluh kesah.


Mendengar.. Berbincang..



Lihatlah mereka. Hari itu bukan hari bebas tetapi mereka memang berseragam bebas ketika pergi kesekolah, bahkan memakai sendal jepit. Anak2 SD harus meminjam sekolah SD lain utk menuntut ilmu dan mereka harus bersekolah disiang hari menunggu penduduk SD asli pulang. Dan anak2 TK terlihat memakai baju sehari2 utk bersekolah, selain itu keadaan memaksa mereka bersekolah dimasjid.


Berkumpul..Bermain . .

Senin, 27 Februari 2012

Pertanyaan itu tanda tanya

Diposting oleh fenty indrastuti di 04.32 4 komentar
Orang pasti akan bertanya "sekolah dimana/ kuliah dimana?" untuk menanyakan seseorang yang masih terlihat menenteng tas dan berpakaian seragam. Itu memang terdengar sebagai pertanyaan wajar dan umum. Tapi pertanyaan ini akan menjadi berbeda dirasakan oleh orang2 yang malu menyebutkan label sekolah mereka yang dirasakan kurang bonafit alias kurang terkenal. Level kebanggaan mereka bisa kita lihat saat mereka menjawab pertanyaan itu. Orang yang merasa tersinggung pasti akan menjawab dengan nada dengan oktaf paling rendah, berharap semutpun samar mendengar jawaban kita. Sebaliknya dengan orang yang bersekolah disekolah mentereng,pasti mereka akan menjawab pertanyaan itu dengan intonasi yang lantang dan jelas.

Pertanyaan lanjut dari sekolah, akan bersambung dipertanyaan "Kapan lulus?" Biasanya orang yang paling sensitif dari pertanyaan ini adalah mahasiswa tingkat akhir yang baru pusing mikir skripsi yang blm kelar2, ditinggal pembimbingnya pergi, skripsinya g dikoreksi2, revisiannya banyak, dan masalah persekripsi-an lainnya.

Kalau sudah lulus, desakan pertanyaan "Kerja dimana?" akan terdengar sebagai kalimat menantang bagi kita. Kita ditantang untuk membuktikan seberapa jauh ilmu kita bisa diaplikasikasikan untuk mengejar sekumpulan materi. Pekerjaan yang layak pun tak cukup untuk menghentikan pertanyaan2 itu. Dengan embel2 kata2 manis dan berputar-putar dari mulai menanyakan siapa teman yang lagi dekat, mereka akan mulai menanyakan"Kapan nikah?" yang sudah barang pasti terus menjejal ditelinga kita.
Tiba-tiba saya mulai merasa terganggu dengan pertanyaan2 wajib itu. Pertanyaan2 itu seolah mulai mengatur kehidupan ini untuk segera mengejar deadline kehidupan. Tentu bukan salah mereka, tradisi yang mengatur semua ini. Begitulah cara kita beramah tamah dan mengakrabkan diri. Tapi yang jadi pertanyaan adalah apakah hidup memang harus sesempurna seperti deretan pertanyaan yang seakan harus urut dari point satu ke point selanjutnya? Entahlah.. Biarkan diri kita sendiri yang menentukan jalan hidup kita karena diri kita lebih tau apa yang terbaik untuk diri sendiri.
 

my life...my story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea