Rabu, 07 Maret 2012

Janji tinggal lah janji

Diposting oleh fenty indrastuti di 05.21
Waktu SMP mau ke SMA aku berjanji sama diri sendiri kalo mau jadi anak rajin biar punya prestasi bagus. Kenyataanya adalah setelah jadi anak putih abu2 ternyata lebih banyakan mainnya daripada belajar. Waktu SMA mau jadi anak kuliahan aku juga berikrar sama diri sendiri mau jadi anak rajin biar kuliahnya cepet selesai. Eh, waktu udah jadi mahasiswa ternyata sama juga banyakan main daripada belajar. Setelah aku pikir2 ternyata aku mengidap penyakit latah juga, yg suka mengulang-ulang janji. Janji sama diri sendiri tapi nyatanya di ingkari juga sama diri sendiri.

Itu semua adalah gambaran umum tentang manusia yang pada hakikatnya memang sering lupa. Entah itu lupa krn di sengaja ataupun tidak. Kali ini aku mulai mengganti kata janji itu dengan niat. Berniat akan sungguh2 serius menyusun skripsi dengan cepat. Niat yang dulunya aku percayai akan memudahkan jalanku dlm mencapai tujuan, lama2 aku merasa semuanya telah memudar dengan berubahnya waktu. Kalau sekarang2 ini orang mulai mempertanyakan kenapa sampe saat ini aku belum lulus2 juga sebenarnya ada banyak alasan yang melatarbelakanginya. Mungkin terdengar sekedar mencari-cari alasan, tapi ijinkan kali ini aku untuk membela diri.

  • Tiap hari harus lari2an kejar target. Dari wisuda Desember yang g bisa kekejar gara2 harus ganti novel sampe 3 kali. Ganti novel artinya harus berjuang dari awal lagi. Mencari pengganti novel, membaca dari awal, memahami sampai akhirnya memutuskan untuk seminar proposal lagi.
  • Saat itu aku masih bisa berkata dalam hati "ya sudahlah,,masih ada kesempatan lain, yg penting skrg trs berusaha." Desember berlalu akupun kembali menyusun target untuk mengejar maret. Kali ini aku harus merasa yakin! Keyakinan ini tak hanya dibuktikan dengan kata2, tapi kali ini aku mulai mengimbangi dengan tindakan nyata. Aku mulai menjadikan perpustakan sebagai tempat tongkrongan dan menjadikan buku2 teory sebagai media menghabiskan waktu senggang (sedikit berlebihan, tapi aku juga sempat merasakan culture shock dengan perubahan ini :)). Tak hanya itu, aku mulai mengejar dosen pembimbing untuk segera mengoreksi paper (meski sering diabaikan)-> catatan: mengejar pembimbing mengajariku tentang perasaan sesorang mengejar cinta tapi selalu dicuekin.
    Ternyata usaha itu pun bisa dibilang bertepuk sebelah tangan. Partner kerjaku alias dosen pembimbing tak bisa mengikuti ritme kerja ini. Lalu apa yang aku lakukan ketika partnerku itu ternyata harus keluar kota dengan agenda yg begitu rutin. Jakarta, Malaysia, bandung dan entah mana lagi karena memang bukan kewajiban dosen untuk ijin kepada anak bimbingnya(tak tau itu utk tugas kerja atau modus menghindar dari kejaranku). Apa aku harus mengekor juga?? Dan sekali lagi dengan berat hati maret harus aku ikhlaskan, karena target itu lagi2 harus berlalu.
  • Seperti musim gugur, teman2 seangkatan mulai berguguran. Satu persatu sudah mulai meninggalkanku(Tekanan besar ketika inget diawal2 perjuangan sama2, tapi berakhir dengan perpisahan yang sangat menyedihkan). Dengan sisa2 perjuangan, sekali lagi aku masih bisa berkata "masih ada juli". Yang sebenarnya itu bukanlah kata untuk menenangkan diri melainkan ungkapan kepasrahan seseorang akan nasib.
Saya hanya bisa berkata mahasiswa hanya bisa berusaha tapi dosen pembimbinglah yang menentukan. Sekian usaha pembelaan diri saya kepada semua orang yang mempertanyakan kenapa sampai sekarang saya belum lulus juga. Mohon untuk dimaklumi, dan kepada kedua orang tua saya yang setiap hari selalu menanyakan hal serupa. Dari lubuk hati yang terdalam saya minta maaf karena untuk bulan ini saya terpaksa masih harus minta uang semesteran lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

my life...my story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea